Sutradara Rudi Soedjarwo kini merilis Pasukan Kapiten yang merupakan film berorientasi keluarga setelah sebelumnya merilis Lima Elang pada tahun lalu. Lewat Pasukan Kapiten, Rudi sepertinya ingin bercerita lebih dalam mengenai kegiatan bullying
sebuah bentuk kekerasan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang
dengan menggunakan kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki untuk menyakiti
sekelompok atau seseorang sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan
tidak berdaya – yang banyak terjadi di keseharian anak-anak saat ini

Review
Judul : Pasukan Kapiten
Pemeran : Cahya R Saputra, Adrina Puteri Syarira, Bintang Panglima, Omara N Esteghlal, Andi Bersama
Genre : Drama
Produser : Alfani Wiryawan
Produksi : CINEMA DELAPAN
Sutradara : Rudy Soedjarwo
Penulis : Tumpal Tampubolon

OST Pasukan Kapiten Julitte Pemberani

Sinopsis Pasukan Kapiten

Pasukan Kapiten

Yuma (Cahya R Saputra) tidak pernah berani menghadapi gerombolan Omar
(Omara N Esteghlal) dan kawan-kawan. Ia selalu berusaha lari dan
bersembunyi. Hingga pada suatu ketika Yuma bertemu dengan seorang kakek
veteran yang penyendiri bernama Sudirman (Andi Bersama). Yuma pun
meminta kakek Sudirman untuk mengajarinya cara untuk melawan para
pengeroyoknya.

Kakek Sudirman akhirnya melatih Yuma bagaimana cara mengalahkan
lawan-lawannya bak seorang tentara. Tak lama kemudian bergabunglah Asti
(Adrina Puteri Syarira), jago silat. Bersama-sama mereka mencetuskan
strategi untuk mengalahkan Omar dkk.

Suatu hari Yuma membuntuti Kakek yang pergi dari rumahnya dan
memergokinya sedang mengintip halaman sebuah rumah mewah, di mana ada
gadis cilik sedang bermain. Anak kecil itu adalah cucu Kakek, Citra,
yang dilarang  bertemu dengan Kakek oleh anak Kakek sendiri, Widodo.
Terungkap bahwa Kakek memiliki cerita keluarga yang pahit.

Strategi perang Kakek dan Yuma dkk berhasil, namun terjadi konflik di
kompleks perumahan karena para orangtua menyalahkan Kakek atas keributan
yang terjadi. Karena merasa bersalah, Kakek menarik diri dan enggan
bertemu dengan Yuma dkk.

Melalui persahabatan beda generasi tersebut, Yuma dan kakek Sudirman
belajar untuk menghadapi ketakutan mereka masing-masing. Yuma belajar
untuk berani menghadapi para penindasnya, sementara itu kakek Sudirman
belajar untuk berani menghadapi ketakutan terbesarnya, yaitu masa
lalunya. Kakek akhirnya memberanikan diri bertemu dengan Widodo untuk
minta maaf atas kesalahannya di masa lalu sebagai seorang ayah.